Pages

Selasa, 12 Juli 2011

Sam Roder, I think I love you... (Chapter 7)

Story by Ohanashio from Storywrite
Translated by Sierra

Well, sekarang secara rasmi aku sudah menjadi pacar Sam. Aku masih belum mengerti kanapa aku berkata iya pada ajakan Sam. Tapi ini hari Sabtu aku berniat untuk menikmati hariku. Aku berharap bisa menghabiskan sepanjang waktu dengan tetap memakai baju tidurku.

“Hey mom,” kataku saat berjalan ke dapur.

“Hey sayang. Bisa bantu ambilkan koran?”

“Tentu”

Tanganku berhenti di knop pintu ketika menyadari apa yang sedang kulakukan. Bagaimana kalau ada surat lain dari dia? Tidak. Dia tidak akan mengacaukan hari Sabtu ku. Aku membuka pintu, mengambil koran dan terhenti  sejenak. Dengan hari-hati aku mengecek sekali lagi. Tak ada surat dari Sam. Huff

“Ini korannya,” kataku, melemparkannya di meja.

Aku mengambil cemilan dan membawanya ke ruang keluarga untuk menonton TV. Walaupun begitu aku tidak bisa berkonsenterasi pada apapun yang kulakukan. Aku mengoleskan krim keju di tangaku dan menumpahkan jus jeruk di baju. Ugh. Setelah selesai sarapan aku berganti baju.

Pikiran tentang surat yang mungkin ada di kotak surat menggangguku. Aku berusaha melupakannya, tapi rasa penasaranlah yang menang. Aku segera membanting pintu dan mengintip dari celah. Tak ada surat. Aku memasukkan tanganku lebih dalam ke kotak surat. Masih tetap tak ada. Yeah, tak ada surat! Lega, aku kembali ke kamar untuk menata rambut.

“Reyna! Ada temanmu disini!”

Teman? Saat aku berjalan menuruni tangga, aku sangat berharap itu bukanlah Sam. Harapanku sia-sia karna dialah yang ada disana.

“Hey Reyna,” sapanya.

“Oh…uh, hey.”

“Kalau begitu nyonya Starr, aku berharap bisa meminjam putri anda hari ini.” Dia berkata dengan suara polos yang memuakkan.

“Apa dia temanmu, Reyna?”

Aku ingin sekali berkata tidak. Tidak, tidak. Lidahku gatal untuk mengatakkannya.

“Iya, mom. Jangan khawatir.”

“Baiklah kalau begitu, kembali sebelum petang, oke? Aku harus pergi berbelanja bahan makanan hari ini.” Katanya sembari kembali ke dapur.

“Hey, hey! Reyna, hari ini kamu milikku.” Dia berkata dengan nakal.

“Tidak, aku bukan milikmu. Aku adalah milik diriku dan bukan orang lain.”

“Apa kamu ingin aku menceritakkan ke ibumu kau adalah pacarku?”

“TIDAK!” jeriktu, mendengin di sekitar.

“Kalau begitu,” katanya, memberi jeda secara dramatik, “Bersiaplah untuk hari in—“

“Oke! Aku akan bersiap.” Kataku, menutup telinga.

Aku berlari ke atas dan melempar sembarangan baju dari lemari ke tempat tidur. Aku memilih setelan baju yang tampak manis dan memakainya kemudian lari ke bawah tangga untuk menemuinya. Dia mengisyaratkanku mengikutinya dan dengan enggan aku menurutinya.

“Apa yang akan kamu lakukan?” tanyaku.

“ ’Kita’ akan pergi bermain!” katanya, terdengar seperti anak kecil.

‘Kita.’ Ugh.

“Kemana… kita akan pergi?”

Dia tersenyum lebar saat aku mengatakan ‘kita’ dan menjawab,

“Ke mall!”

Dia menggandeng tanganku dan berjalan menyusuri jalan. Satu-satunya mall yang kutahu ada disekitar sini yaitu Nortwood Plaza, dan jaraknya sekitar lima belas menit berjalan kaki. Lima belas menit bergandengan tangan.

“Ibu kamu baik ya!”

“Jadi sekarang kamu jatuh cinta pada ibuku?” tanyaku, menggodanya.

“Aku hanya cinta kamu, Reyna.”

Whoa. Sangat tak terduga. Hal itu membuatku berheti berjalan dan memandangi trotoar di depanku. Dia melambai-lambaikan tangan di depan wajahku sehingga aku tersentak dan kembali ‘sadar’.  Namun dia terkikih dan dugaanku dia sedang bercanda. Huff, meskipun begitu sebagian otakku merasa kecewa dan aku tidak dapat mengerti. Kurasa dia merasakan sesuatu yang salah dan mengganti topic pembicaraan.

“Dimana ayahmu?”

Hari ini dengan pasti dia membuatku tidak nyaman. Ayahku meninggalkan ibuku dan aku ketika aku masih kecil. Aku tak dapat mengingat pasti kapan. Ibu dan aku tidak membicarakan banyak tentangnya.

“Dia meninggalkan aku dan ibuku ketika aku masih kecil.”

Wajahnya menunjukkan seakan berkata aku-tidak-bermaksud-membuatmu-merasa-tidak-nyaman. Aku berusaha memberikannya pandangan well-kau-telah-melakukannya, tapi itu tidak berhasil. Saat kami berjalan dalam kesunyian, akhirnya kami telah sampai di Nortwood Plaza. Aku bukanlah tipe yang terlalu gila belanja dan tidak terlalu perduli dengan shopping. Tentu saja, sebagai remaja aku butuh berpakaian yang pantas, tapi yah hanya itu. Aku tidak berbelanja untuk bersenang-senang.

“Jadi, kamu sering belanja?” aku bertanya padanya.

“Tidak”

“Lalu kenapa kita sekarang ada disini?”

“Karena aku ingin berada bersamamu, Reyna.”

Dari waktu-kewaktu dia selalu saja mengeluarkan pernyataaan yang membuat pipiku memerah. Kupikir dia menyukainya. Dia menemukan kelemahanku. Sepertinya.

Mall ramai dukunjungi penggemar shopping dan para pasangan. Dan.. oh sial. Itu Mark. Dia tidak melihat ke arah kami, tapi sebagai jaga-jaga aku menarik Sam ke arah lain. Aku masih bisa mengingat kobaran api di matanya ketika dia beradu dengan Mark.

“Kemana kamu membawaku, Rey?”

Rey? Yang benar saja, kau pasti sedang bercanda. Aku menggerutu dalam hati. Aku tidak mengeluh karena aku membencinya, tapi sesuatu dalam diriku… menyukainya.

“Ke.. ke.. um… “

“Mau minum?”’ tanyanya sambil tertawa.

“Yeah, terserah.”

Aku mendapatkan Strawberry smoothie dan dia mendapatkan minuman kola. Aku menyedot minumanku dalam diam ketika kami berjalan mengelilingi mall. Berbicara tentang hal-hal aneh.

“Hey, Sammy.”

Oh sial. Kenapa? Kenapa kenapa kenapa? Wajah Sam berubah gelap sebelum ia membalikkan badan menghadapi ke Mark.

“Kenapa kamu ada disini!?”

Rambut Mark sudah tumbuh lebih panjang dari terakhir aku berjumpa dengannya. Matanya terlihat menggoda, tapi jelas Sam tidak menggubris. Aku tidak bisa berkata apa-apa karena masih shock.

“Whoa. Kenapa cepat sekali marah, Sammy boy?”

Sam melotot dan yang bisa kulakukan hanya berdiri saja disana.

“Apa ini karena aku sedang mengganggu kencanmu dengan gadis mungilmu? Well, bagaimana kalau kita sedikit melakukan permainan?”

Tiba-tiba Mark langsung menggandeng tanganku, menjauhkanku dari Sam dan berlari membawaku. Aku terlalu lemah untuk mencoba melawan oleh sebab itu aku terseret sepanjang jalan seperti boneka mainan.

“Mari kita lihat apakah si kecil Sammy dapat menangkap kita.” Gumam Mark.

Aku terlalu takut untuk melihat kebelakang dan mengecek apakah Sam sedang mengejar kami.

“D..dapatkah kita berhenti?”  kataku terengah-engah.

Sangat mengejutkan diapun berhenti didepan pintu masuk.

“Kita akan meninggalkan tempat ini, manis.”

“Tunggu, ap—“

Dia mendorong pintunya terbuka dan mulai berlari kembali. Tanganku menjadi sakit karena terus ditarik dan kakiku lelah. Sesuatu menyambar satu tanganku. Atau mungkin seseorang.

“Lepaskan dia, idiots.”

Rasanya lega tapi juga khawatir. Kumohon jangan ada pertumpahan darah lagi kali ini. Aku menyilangkan kakiku membuat tanganku jatuh pada waktu bersamaan.

“Kamu sudah menjadi lebih cepat, Sammy.

“Diam.”

Mereka berdua bernafas dengan berat, hampir tak dapat berbicara.

Jadi apakah kamu pacarnya, manis?”

“Diam dan pergi saja dariku!” teriak Sam.

Sam menggandeng tanganku dan pergi dari Mark menuju rumah. Tak ada darah. Yesss!

“Hey, Sam!”

Aku menengok, tapi Sam sama sekali tak merespon. Mark berbalik dari kami dan berjalan pergi. Perjalanan ke rumah kali ini adalah perjalanan paling canggung yang pernah kulalui. Walaupun begitu dia menggandeng tanganku sepanjang jalan. Kami berdiri di depan rumahku, dia melepaskan tanganku.

“Hmm, sampai jumpa. Kurasa.”

Aku berjalan lemas ke depan pintu dan berbalik untuk melambaikan tangan. Tapi dia ada tepat didepanku dan aku terkejut.

Wajahnya semakin mendekat ke arahku. Sial. Matanya tertutup. Ugh. Dia menyeringai sepertinya menduga-duga reaksiku. Aku membuat suara bising aneh dan bergerak cepat memasuki rumah. Nafasku tak beraturan. Ketika aku melemahkan pertahananku, dia melalukannya padaku.

Aku tidak menciumnya. Tidak… belum saatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar